PADANG | Mengingat banyaknya pemberitaan adanya tindakan persekusi serta pelecehan terhadap wartawan akhir-akhir ini. Maka sudah selayaknya insan pers merapatkan barisan dan menggalang kekuatan untuk melawan ketidakadilan tersebut. Himbauan ini disampaikan oleh Ismail Novendra, sesepuhnya para awak media di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada, Jumat (5/5/2023).
Diketahui, pemicu sesepuhnya awak media yang dijuluki Raja Tega ini meradang, disebabkan ulah pejabat pemangku kepentingan publik dalam menanggapi dilema pemberitaan selalu memainkan aksi lapor polisi. Menurutnya, awak media telah bekerja sesuai dengan kode etik. Bahkan, sebelum beritanya tayang, atau diterbitkan, awak media selalu melakukan konfirmasi.
Disisi lain, ketika pejabat pemangku kepentingan publik dikonfirmasi awak media, baik lewat WhatsApp (WA), maupun telepon seluler terkadang dianggap bagaikan angin lalu, alias bungkam. Dan, saat beritanya terbit, barulah mereka seperti orang kebakaran jenggot.
Kemudian, mereka mulai memainkan aksi lapor polisi, dengan dalih pencemaran nama baik. Mestinya mereka introspeksi diri, jika saja konfirmasi Awak Media tersebut dibalas, tentu beritanya akan berimbang. Mereka harusnya sadar. Bahwa, pers adalah pilar keempat demokrasi setelah lembaga yudikatif, legislatif dan yudikatif. Untuk itu, sesepuh awak media ini berharap, alangkah baiknya para pejabat pemangku kepentingan publik mempelajari isi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang isinya:
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang ayat Pers pasal 4. (1) kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,
(2) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,
(3) untuk menjamin kemerdekaan perseorangan, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai "Hak Tolak".
Bahkan, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain. Pasal 28F, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan sampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Sebagai sesepuhnya insan pers, ia tak terima Wartawan di intimidasi, jika ada persoalan menyangkut pemberitaan, alangkah baiknya pemangku kepentingan publik menempuh jalur jawab.
"Kan ada hak sanggah. Atau, bisa juga berkordinasi sama PWI, Aji, dan organisasi lain Yang ada dibawah naungan Dewan Pers".
Untuk itu, kedepannya ia berharap, para pejabat pemangku kepentingan publik yang ada di Sumbar, khususnya Kota Padang, agar bisa memahami undang-undang pers, jangan asal main lapor polisi, jangan diadu polisi dengan awak media. Sosok tokoh publik itu mesti legowo, jika tidak siap diterpa "Gosip", lebih baik mundur dari jabatan, pergilah ke kebun, kesawah untuk bercocok tanam, atau cari kegiatan lain yang bisa membuat nyaman, tegas Ismail yang saat ini tengah fokus mempersiapkan diri menuju salah satu Parlemen yang ada di Sumbar.
(An)
0 Komentar